Jakarta : Tahun 2009 akan menjadi tahun yang berat bagi perekonomian nasional. Indonesia sudah bisa dipastikan menjadi salah satu negara yang terimbas krisis keuangan global. Oleh banyak ahli, krisis ini diperkirakan akan berlangsung paling cepat dua tahun. Bagi negeri yang belum sembuh betul dari hantaman krisis moneter dan ekonomi tahun 1997/1998 ini, waktu dua tahun tentu bukanlah sebentar. Terutama apabila dikaitkan dengan dampak lanjutan yang ditimbulkan pada kehidupan sosial-ekonomi rakyat.
Pada aras ini peranan pemerintah sangat diharapkan dalam membuat regulasi yang dapat meminimalisir dampak krisis, terutama bagi rakyat miskin. Mengingat mereka adalah kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap gejolak ekonomi. Kondisi yang sudah sulit selama ini dikhawatirkan membuat mereka tidak sanggup lagi menopang beban hidupnya. Padahal jumlah mereka yang miskin tidaklah sedikit.
Hal tersebut terungkap dalam pemaparan Ketua Perhimpunan BMT Indonesia (BMT Center), Ahmad Sumiyanto, saat memberikan gambaran umum di acara Rapat Koordinasi Pengurus yang bertemakan, Proyeksi 2009: Akselerasi Peran BMT dalam Pemberdayaan Ekonomi Ummat, (Selasa, 06/01) di kantor BMT Center, di Jakarta.
Lebih lanjut, Ia menjelaskan, bahwa saat ini jumlah penduduk miskin sekitar 34,96 juta orang atau sekitar 15,42 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Dari jumlah itu, sebanyak 22,19 juta orang tinggal di pedesaan, sisanya 12,77 juta orang ada di kota. Artinya, masyarakat miskin di desa yang mencapai lebih dari 63 persen itu akan mendapati kehidupan mereka menjadi lebih buruk.
“Melihat kondisi yang demikian tentu Baitul Maal wat Tamwil atau BMT harus bisa meningkatkan akselerasi pemberdayaan masyarakat terutama di lingkungan sekitar wilayah operasional BMT yang notabene lebih banyak di daerah pedesaan”, ujarnya.
Selain itu, Ia juga mengingatkan akan terjadinya ledakan pengangguran akibat tidak terserapnya angkatan kerja baru oleh pasar tenaga kerja akibat pengaruh pelambatan ekonomi global terhadap ekonomi nasional. Belum lagi apabila dikaitkan dengan pengangguran baru yang disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja.
Menurut pendapatnya, hal tersebut sebetulnya tidak perlu terjadi jika sejak awal disain perekonomian nasional ditopang oleh struktur yang lebih kuat dari goncangan eksternalitas seperti yang saat ini terjadi. Ia menerangkan, bahwa selama ini rekan bisnis BMT adalah pengusaha mikro dan kecil (UMK) dengan jumlah mencapai 44 juta unit atau lebih 91 persen dari total unit usaha. Karena sektor ini memiliki potensi yang besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan maka kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja juga tidak perlu diragukan lagi.
Oleh karenanya BMT diharapkan dapat meningkatkan kapasitasnya dalam memberikan pelayanan terhadap sektor ini. Melalui UMK, pemerintah diharapkan dapat melakukan penguatan produksi dan konsumsi domestik sekaligus. Mengingat UMK lebih banyak bergerak di bidang usaha produktif dan memiliki muatan lokal yang tinggi di satu sisi. Dan, di sisi yang lain sektor ini juga melibatkan banyak orang (padat karya) karenanya dapat pula menggerakan konsumsi domestik secara lebih luas. Sehingga membuat struktur perekonomian nasional menjadi lebih kuat.
“Tahun 2009 ini merupakan momentum yang sangat tepat bagi pemerintah untuk melakukan penguatan sektor produksi dan konsumsi domestik atau dengan kata lain kini sudah saatnya bagi kita untuk memperkokoh ekonomi kerakyatan”, tandasnya.
Tugas-tugas Penting BMT :
Dalam kesempatan itu, Ahmad Sumiyanto juga menyoroti perkembangan BMT-BMT anggota BMT Center. Menurut rekap data sekretariat BMT Center tahun 2008, jumlah total aset BMT 931,7 miliar rupiah tumbuh sebesar 41,14 persen dari tahun sebelumnya yang berjumlah 660,1 miliar rupiah. Jumlah pembiayaan yang disalurkan pun mengalami kenaikan signifikan sebesar 81 persen dari 436,7 miliar rupiah di 2007 menjadi 792,5 miliar rupiah di 2008. Begitu pula dengan jumlah simpanan yang berhasil dihimpun dari masyarakat yang menjadi 725,7 miliar rupiah dari tahun sebelumnya yang sebesar 462,4 miliar rupiah.
Apabila ditilik lebih jauh, angka penerima manfaat dari pelayananan BMT (beneficiary) juga tidak bisa dikatakan sedikit. Hingga saat ini jumlahnya berkisar 500 ribu orang. Dengan sebaran pemanfaatan, sebesar 63 persen di sektor perdagangan, 22 persen di sektor jasa, tujuh persen di sektor pertanian, enam persen di sektor industri, dan sisanya sebanyak dua persen untuk konsumsi. Dari situ terlihat bahwa selama ini BMT telah berhasil mendorong produktifitas dan memberikan perluasan lapangan kerja.
“Meski secara angka perkembangan BMT-BMT anggota BMT Center sangat memuaskan, namun tidak dapat disangkal kalau BMT masih memiliki banyak tugas penting. Hal tersebut penting untuk diingatkan supaya BMT tidak kehilangan arah perjuangan sebagai sebuah gerakan pemberdayaan ekonomi ummat,” katanya.
Tugas-tugas yang penting bagi BMT antara lain; menjadi institusi yang berkontribusi pada pengurangan kemiskinan, mendorong aksesibilitas UMK pada permodalan, menjadi pilar penting dalam mentradisikan budaya menabung, serta turut andil dalam meningkatkan kecerdasan pengelolaan keuangan bagi pengusaha mikro dan kecil. Namun demikian, ditegaskannya, bahwa tetap saja ada dua faktor penting yang menunjang kesuksesan pelaksanaan tugas BMT tersebut, yakni faktor internal BMT sendiri dan peranan pemerintah.
Dari segi internal Ia menghimbau kepada pelaku BMT, baik pengurus maupun pengelola, untuk senantiasa meningkatkan kapasitas diri, memiliki kompetensi, dan profesional. Hal ini penting karena walau semulia apapun niat BMT dalam memberdayakan ekonomi ummat, BMT justru akan ditinggalkan oleh ummat itu sendiri apabila lemabaga ini tidak memenuhi ketiganya.
Sedangkan dari segi pemerintah, Ia memberikan tiga catatan penting kepada pemerintah dan berharap dapat diturunkan dalam bentuk regulasi sebagai wujud keperbihakannya kepada ekonomi kerakyatan.
Pertama, menghimbau kepada pemerintah untuk membuat kebijakan pro UMK, dan menyediakan infrastruktur untuk mendukung tumbuh kembangnya UMK.
Kedua, meredusir pola pembangunan infrastruktur yang bias perkotaan. Selama ini pembangunan lebih terfokus di daerah perkotaan dan meminggirkan pedesaan. Kini saatnya bagi pemerintah untuk berorientasi membangun infrastruktur pertanian. Selain bangsa ini dapat mengurangi tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap produk pangan impor, kantung-kantung kemiskinan terbesar selama ini justru ada di pedesaan.
Ketiga, harus menjadi pilar utama yang menopang keberadaan dan pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945 yang diamandemen, pada Ayat 1, 2, dan 3, masih jelas menyebutkan bahwa perekonomian disusun atas azas kekeluargaan, yang apabila mengacu tulisan buku Bung Hatta tentu jawabannya adalah koperasi. BMT sebagai lembaga berbadan hukum koperasi tentu punya kepentingan atas hal tersebut. Untuk dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
“Apabila kita bahu-membahu membangun BMT tentu sangat terbuka kemungkinan lembaga ini akan memimpin dalam usaha pemberdayaan ekonomi ummat dan dalam menjalankan usaha keuangan mikro”, pungkasnya.
Pendapat senada dilontarkan oleh Saat Suharto, CEO Permodalan BMT Ventura, Ketika ditanya pendapatnya mengenai perkembangan BMT-BMT anggota BMT.
“Dari kinerja yang ada, saya melihat BMT dapat menjadi sarana (vehicle) yang tepat untuk melakukan investasi di sektor mikro dan kecil”, ujarnya. (mar)