PAS BMT 002, Habis!

Posted on 13 April 2009 by permodalanbmt

pas-bmt-002-habisJakarta – BMT Center terpaksa menolak pemesanan Buku Pedoman Akad Syariah (PAS) BMT 002 dari Asosiasi BMT Wonosobo, Jawa Tengah. Padahal bagi pelaku BMT yang tergabung dalam Perhimpunan BMT Indonesia (BMT Center) keberadaan PAS 002 sangat berguna dan penting sebagai sebuah pedoman.

Ida Farida, staf program BMT Center, membenarkan adanya penolakan itu, pemesanan Buku PAS BMT 002 oleh salah satu BMT yang ada di Wonosobo itu terpaksa kami tolak. Mereka minta 50 eksemplar, tapi PAS BMT 002 telah habis.

“Saat ini yang ada di Kantor BMT Center tinggal 5 eksemplar saja, itu pun untuk keperluan arsip”, katanya.

Mengomentari hal ini, Saat Suharto, Pengurus BMT Center, yang juga CEO PT Permodalan BMT Ventura, mengatakan, memang kebutuhan BMT akan PAS BMT 002 semakin meningkat, hal ini seiring dengan kesadaran rekan-rekan BMT dalam memandang betapa pentingnya pedoman akad ini. Belum lagi pelatihan-pelatihan keuangan syariah oleh BMT, yang menggunakan PAS BMT 002 sebagai handbook-nya.

“Kami tahu bahwa PAS BMT 002 ini sangat diperlukan, namun kami minta rekan-rekan BMT bersabar, karena sebelum kami cetak ulang, ada beberapa revisi yang perlu kami lakukan sebelumnya, dan itu pun sebetulnya berdasarkan masukan dari rekan-rekan BMT sendiri terhadap PAS BMT 002, jadi kami masih menunggu hasil revisinya terlebih dahulu, baru kami cetak”, ujarnya. (mar)

Koperasi Dinilai Tidak Sensitif Dipinggirkan

Posted on 13 April 2009 by permodalanbmt

koperasi-dinilai-tidak-sensitif-dipinggirkanJAKARTA – Gerakan koperasi dinilai tidak sensitif terhadap masalah perkoperasian, meski peminggiran institusi kementerian yang mengurusi koperasi dan usaha kecil diyakini bertentangan dengan amanat Pasal 33 Ayat 1 UU 45. Pengamat ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Revrisond Baswir menegaskan praktisi koperasi harus menjadi garda terdepan membela Pasal 33 ketika ada yang hendak meminggirkan institusi Kementerian Negara Koperasi dan UKM. “Mahasiswa berdemonstrasi menolak keputusan yang mereka nilai salah. Ketika ada yang meminggirkan gerakan koperasi, masyarakat koperasi tidak harus diam saja,” ujar Revrisond dalam acara evaluasi akhir tahun pembangunan UKMKM, kemarin.

Pernyataan Revrisond terkait dengan pengesahan UU No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang melemahkan penanganan urusan koperasi dan usaha kecil menengah. Berdasarkan UU tersebut urusan pemerintahan dikelompokkan menjadi tiga, yakni urusan yang nomenklaturnya secara tegas disebutkan dalam UU 45, urusan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UU 45, dan urusan dalam rangka penajaman koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah. Urusan koperasi dan usaha kecil masuk poin ketiga, yang mengesankan Kementerian Negara Koperasi dan UKM boleh ada, boleh juga tidak ada, karena keberadaannya kalau ada kebutuhan koordinasi dan sinkronisasi program.

Sesuai dengan Pasal 33 UU 45 yang diamendemen, pada Ayat 1, 2, dan 3, masih jelas menyebutkan bahwa perekonomian disusun atas azas kekeluargaan. “Kalau ditanya apa makna dari ayat 1? Berdasarkan tulisan buku Bung Hatta, jawabannya, ya, koperasi,” ujar Revrisond, dalam kesempatan sebelumnya. Menurut dia, rencana pemerintah menghapus kementerian negara, termasuk Kementerian Negara Koperasi dan UKM seakan sudah menjadi satu paket dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 99 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Dana Bergulir. Sesuai dengan PMK itu, pengelolaan dana bergulir harus dilakukan melalui badan layanan umum (BLU). Dalam konteks ini Kementerian Koperasi dan UKM telah mendirikan Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB).

Ditolak

Revrisond menilai PMK harus ditolak mentah-mentah karena secara ideologis bertentangan dengan amanat Pasal 33 Ayat 1, yakni perekonomian disusun berdasarkan azas kekeluargaan. Artinya, pada Pasal 33 dalam bahasa sederhana dilakukan secara gotong royong dan kolektivitas. “Apakah PMK No. 99 Tahun 2008 berdasarkan kolektivitas atau individualisme?” ujarnya mempertanyakan. Ditegaskan, kalau PMK masih membicarakan tentang koperasi dan UMKM, harus ditarik garis tegas bahwa masih berpihak kepada koperasi. Yang jelas saat ini koperasi dianggapnya sudah mati suri. Seperti yang pernah diungkapkannya, jika pemerintah ingin membubarkan institusis Kementerian Negara Koperasi dan UKM, silakan saja. “Tapi dengan catatan, harus dikembalikan menjadi Departemen Koperasi. Revrisond menjelaskan dengan acuan dari berbagai sudut pandang tersebut, secara bergurau dia mengatakan Permenkeu No. 99 Tahun 2008 tersebut bertujuan bagi pemberdayaan atau pembinasaan KUMKM. Sekretaris Menteri Negara Koperasi dan UKM Guritno Kusumo mengatakan evaluasi akhir tahun tentang pembangunan Koperasi dan UMKM ini sangat penting untuk mempersiapkan diri menghadapi program tahun depan. “Paling tidak kita telah memiliki pegangan untuk melaksanakan tugas sepanjang 2009,” tukas Guritno Kusumo, yang membuka acara evaluasi di auditorium Kementerian Negara Koperasi dan UKM di Jl. Rasuna Said, Jakarta Selatan.

Oleh Mulia Ginting Munthe

Bisnis Indonesia

(ginting.munthe@bisnis.co.id)

Koperasi Didorong Miliki Legalitas Simpan Pinjam

Posted on 13 April 2009 by permodalanbmt

koperasi-didorong-miliki-legalitas-simpan-pinjamJakarta – Kementerian Negara Koperasi dan UKM mendorong koperasi memiliki legalitas simpan pinjam untuk memperkuat industri keuangan mikro dalam melayani sektor usaha kecil.

Agus Muharram, Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Negara Koperasi dan UKM, mengatakan upaya peningkatan kapasitas lembaga keuangan mikro koperasi akan dilakukan empat instansi, termasuk Bank Indonesia, Departemen Dalam Negeri dan Departemen Keuangan.

Kerja sama empat instansi ini akan dituangkan dalam surat keputusan bersama (SKB) dan diperkuat peraturan presiden setelah undang-undangnya disahkan.

“Konsep SKB harus selesai pada Desember tahun ini,” kata Agus Muharram seusai membahas strategi pengembangan LKM di bawah koordinasi Deputi Menko Bidang Perekonomian Sahala Lumbangaol bersama pejabat eselon I pada empat instansi itu pekan lalu.

Sekarang sebagian LKM berbentung bank, koperasi, dan sebagian masih nonformal, meski terdaftar di pemda setempat, seperti badan kredit desa (BKD).

Dalam rancangan SKB itu, Bank Indonesia akan memfasilitasi koperasi simpan pinjam mendirikan bank perkreditan rakyat (BPR). Agenda seperti inipernah diajukan ke Departemen Keuangan pada 2003.

Dalam SKB tersebut, LKM yang lingkup operasinya di tingkat kecamatan diatur melalui peraturan daerah.

“Setelah framework SKB selesai dikerjakan akhir tahun ini, paling tidak pada awal 2009 RUU-nya sudah bisa diajukan. Proses menjadi undang-undang bisa selesai 1-3 tahun.

“Karena itu pejabat eselon I dari empat lembaga dan instansi terkait di bawah koordinasi Menko Bidang Perekonomian akan bekerja maraton hingga akhir tahun, supaya pedoman LKM melalui SKB segera dilaksanakan.

Sertifikasi LKM

Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Aburizal Bakrie meminta daerah melakukan sertifikasi LKM agar memudahkan melakukan linkage program penyaluran kredit usaha rakyat (KUR). “Ada 130.000 lembaga keuangan mikro [UKM], kalau ada 8.000 unit atau 1.000 unit di antaranya layak secara bisnis, kami sudah happy”, ujarnya pada Rakornas Pemberdayaan UMKM, pekan lalu.

Dengan demikian, beberapa bank  yang masih sedikit mengucurkan kredit usaha rakyat, seperti BNI, Mandiri, BSM, BTN, dan Bank Bukopin bisa menjadikan LKM itu sebagai saluran KUR.

Hanya saja, biaya bunga yang ditangung menjadi lebih mahal. Bila daribank ke debitor akhir maksimal 16%, maka penyaluran dua tahap maksimal bunganya 24%. “Akan tetapi toh itu masih lebih murah ketimbang bunga renternir.”

Selain lembaga keuangan mikro berbadan hukum koperasi, menurut Aburizal, saat ini ada lebih dari 500.000 kelompok binaan yang cukup teruji kelayakannya, dengan anggota berkisar 10 orang – 20 orang. Akan tetapi, kelompok binaan ini belum bisa diikutkan pada linkage program karena masih berpola account individual anggota kelompok.

Neddy Rafinaldi Halim, Deputi Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementrian Koperasi dan UKM, mengatakan akan terus meningkatkan kinerja koperasi dan simpan pinjam melalui sertifikasi kompetensi pengelola.

Pemerintah melaksanakan proses sertifikasi 150 orang manajer koperasi jasa keuagan. Sebanyak 14 orang di antaranya mengikuti uji kompetensi, tetapi hanya beberapa orang yang lulus. Pada acara rakornas pekan lalu, tiga orang manajer yang lulus itu menerima sertifikat kompertensi, yakni Khoeruman (KSP Trisula, Majalengka, Jawa Barat), Tity Laianahidra (Kopdit Usaha Sejahtera, Kalideres Jakarta Barat), dan M. Ridwan (KJK BMT Bina Ihsanul Fikri Jl. Semanggu No. 2B, Yogyakarta).

Oleh: Mulia Ginting Munthe & Moh. Fatkhul Maskur, Bisnis Indonesia, Senin, 15 Desember 2008.

Festival Ekonomi Syariah Kembali Hadir

Posted on 13 April 2009 by permodalanbmt

JAKARTA – Festival Ekonomi Syariah (FES) kembali hadir di tahun ini. Kegiatan ekshibisi yang bertujuan mempromosikan lembaga keuangan syariah ini akan berlangsung mulai hari ini, Rabu (4/2) hingga Minggu (8/2) di Jakarta Convention Center.

FES yang kali ini memiliki tema Menuju Indonesia Lebih Sejahtera merupakan bagian sosialisasi dan edukasi yang dilakukan Bank Indonesia untuk masyarakat umum. Dalam acara ini pun tak hanya diperkenalkan mengenai perbankan syariah, namun juga lembaga keuangan syariah lainnya, asosiasi syariah, produk dan gerakan ekonomi syariah.

Seluruh pelaku industri yang berbasis syariah pun ditargetkan ikut memeriahkan FES II ini. Tak hanya bank syariah, namun juga BPRS, BMT, Asuransi Syariah, perusahaan pembiayaan, badan zakat dan wakaf, konsultan syariah, lembaga pendidikan yang memiliki jurusan ekonomi syariah, pengusaha haji dan umroh, pelaku usaha ritel dan UMKM dan masyarakat umum. Sejumlah acara pun telah dipersiapkan diantaranya adalah gempita iB campaign, syariah family day, olimpiade ekonomi syariah, kompetisi debat ekonomi syariah, kompetisi foto, band, nasyid dan seminar.

Pertumbuhan perbankan syariah Indonesia yang mencatat prestasi cukup pesat dengan rata-rata pertumbuhan 60 persen per tahun dalam beberapa tahun terakhir membuat industri keuangan ini terus berkembang. Tercatat hingga November 2008 aset bank syariah mencapai sekitar Rp 47 triliun, meningkat Rp 12 triliun dari awal tahun 2008. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar sebagai penyedia produk dan jasa perbankan syariah dan instrument investasi berbasis syariah.

Selain itu pasar industri syariah di negara ini pun sangat besar mengingat 80 persen populasinya adalah Muslim. Untuk menjaring perhatian dan minat masyarakat inilah, BI menyelenggarakan FES. Dengan demikian diharapkan Grand Strategy BI terhadap pasar perbankan syariah Indonesia dapat menjadi yang paling atraktif di ASEAN tahun ini serta terkemuka di kawasan Asia Tenggara pada 2010.

Sejumlah pelaku industri syariah pun telah menyatakan keikutsertaannya sebagai peserta FES. Diantaranya adalah Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI). Ketua AASI, M Shaifie Zein mengatakan pihaknya mendukung penuh kegiatan FES. Meski dampak terhadap minat masyarakat tak langsung terasa, namun sosialisasi ini akan membuat minat masyarakat tergugah akan ekonomi syariah. “Event ini sangat strategis untuk mengenalkan ekonomi syariah kepada masyarakat dan sebagai salah satu cara untuk mendorong pertumbuhan industri syariah di Indonesia,” kata Shaifie.

Secara nasional, Shaifie cukup optimis asuransi syariah dapat tumbuh sebesar 30 persen hingga 40 persen dengan perolehan premi sebesar Rp 2 triliun di 2009. Di 2007, asuransi syariah memperoleh premi sebesar Rp 1,2 triliun dengan total asset Rp 1,9 triliun. Sementara untuk hitungan premi 2008 belum terkumpul. Meski demikian, Shaifie cukup yakin asuransi syariah Indonesia bisa mencapai premi sekitar Rp 1,6 triliun hingga Rp 1,7 triliun di 2008, meski krisis ekonomi global tengah terjadi.

Direktur Utama Bank Syariah Mandiri, Yuslam Fauzi mengatakan FES merupakan salah satu bentuk sosialisasi dan promosi yang diperlukan perbankan syariah demi mendorong dan mengenalkan industri ini kepada masyarakat. “Kegiatan ini merupakan upaya berjamaah dan mengandung sinergi yang kuat dibanding jika melakukan sosialisasi sendiri-sendiri,” kata Yuslam.

Untuk itu pihaknya pun mendukung terselenggaranya kegiatan ini dan ikut mengambil partisipasi. Yuslam mengatakan BSM pun akan memiliki stan yang agak eksklusif. Pasalnya agen penjual sukuk ritel ini juga akan menjual instrumen investasi tersebut di stannya.c67/kp

Sumber: www.republika.co.id

Berebut kue pembiayaan mikro

Posted on 13 April 2009 by permodalanbmt

Mengusung strategi pembukaan 400 Teras BRI di pasar-pasar tradisional tahun ini, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk tidak mau berlama-lama terlena dengan predikat penguasa pembiayaan sektor mikro.Apakah ini ancaman bagi PT Bank Danamon Indonesia Tbk yang lebih awal menjadikan pasar sebagai basis operasi Danamon Simpan Pinjam (DSP)?

Tanda-tanda BRI hendak merebut kembali sebagian kue pembiayaan mikro yang sempat turut dinikmati Danamon Simpan Pinjam sudah terasa sejak pertengahan 2008.

Bank ini memperkenalkan pemindai data elektronik (electronic data capture/EDC), yang menjadi peranti wajib para mantri-sebutan tenaga pemasaran bisnis mikro-keluar masuk pasar, menjemput dana nasabah untuk bayar cicilan atau menabung. EDC tidak lain adalah perangkat transaksi berbasis teknologi telekomunikasi seluler yang bisa dibawa bergerak (mobile). Jadi, fungsinya seperti teller berjalan, memudahkan nasabah bertransaksi tanda perlu datang ke kantor bank.

Pekan lalu, penggunaan EDC di-bundel dalam satu paket dalam kendali Teras BRI, diresmikan oleh Dirut Sofyan Basir, di pasar Tawangmangu, Karang Anyar, Jawa Tengah. Bila tak ada aral melintang, 200 Teras dibuka pada paruh pertama tahun ini, dan 200 sisanya pada semester berikutnya. Teras BRI menyedikan teller, customer service, dan account officer dilengkapi dengan EDC realtime online, sehingga uang akan langsung masuk ke sistem pembukuan BRI. Mengapa memilih pasar tradisional?

Direktur Operasional BRI Suprajarto menuturkan potensi bisnis di pasar tradisional sangat besar. Dia mengakui beberapa waktu lalu BRI sempat terlena, sehingga lahan bisnis itu dikuasai oleh bank lain. Kendati tanpa menyebut nama, bisa diduga yang dimaksud Suprajarto adalah Danamon Simpan Pinjam. Sebagaimana diakui oleh Direktur Bank Danamon Ali Yong, DSP memang fokus ke sektor perdagangan di sekitar pasar. “Setahu saya, pesaing utama DSP sejak awal adalah BRI. Makanya saya agak heran bila mereka kini masuk pasar tradisional. Mungkin yang dimaksud adalah revitalisasi bisnis saja,” komentar Ali, kepada Bisnis, kemarin.

BPR pesaingnya ?

Selain BRI, menurutnya, pesaing utama dalam memperebutkan kue pembiayaan mikro di lingkungan pasar tradisional adalah bank perkreditan rakyat. “Banyak bank lain juga masuk, tetapi yang terasa kuat bagi kami BRI dan BPR.” Bila merunut pendapat Ali, bank-bank lain memang makin meminati sektor mikro, kebanyakan dengan plafon kredit kurang dari Rp100 juta. Sebut saja PT Bank Mega Syariah Indonesia, PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN), The Hongkong Shanghai Bank Corporation (HSBC), Citibank, hingga PT Bank Mayapada Tbk. Namun, Citibank dan HSBC cenderung pada pembiayaan konsumer.

Alasan klise yang selalu mengemuka mengapa bank terjun ke sektor mikro adalah potensi masih terbuka lebar, debitor tahan banting, dan satu lagi-mungkin ini motif terbesarnya-pembiayaan mikro memberikan margin paling besar dibandingkan dengan jenis pembiayaan apa pun. DSP selama ini mengambil margin bunga bersih sebesar 11% dan Bank Mega Syariah malah menyebut padanan lebih dari itu. Bandingkan dengan margin industri perbankan Indonesia yang hanya 5,6%. BRI telah lama dinobatkan sebagai bank dengan net interest margin terbesar di Indonesia (bahkan di dunia). Ini karena fokus pada pembiayaan mikro.

Bank terbesar kedua di Indonesia itu kini mengelola 4.417 BRI Unit yang tersebar pada kota kecamatan di pelosok Tanah Air dengan total kredit per September 2008 sebesar Rp41 triliun. Bank Danamon hanya memerlukan waktu 5 tahun untuk membuka 1.049 DSP dan telah menyalurkan kredit tidak kurang dari Rp11 triliun, alias 16% dari total kredit perseroan.

BRI dalam banyak hal memang masih memimpin pasar pembiayaan mikro, apalagi bank ini juga mencatat sukses menyalurkan kredit usaha rakyat mikro (kurang dari Rp5 juta) sebesar Rp5,7 triliun untuk 1,48 juta nasabah hanya dalam 1 tahun. Berpengalaman lebih dari 100 tahun, membuat bank ini tahu bagaimana seharusnya menciptakan basis nasabah baru Namun, kehadiran DSP juga tidak bisa dianggap remeh, apalagi oleh pendatang baru, seperti Bank Mega Syariah dan BTPN. Bank yang disebut terakhir adalah contoh mutakhir bagaimana perang memperebutkan kue bisnis mikro terjadi.

Kita tentu masih ingat, bagaimana eksodus para bankir mikro terjadi di Bank Danamon tahun lalu. Para konseptor DSP secara bersama-sama melompat ke BTPN, untuk kemudian melakukan kloning layanan bisnis mikro lewat Mitra Usaha Rakyat (MUR). MUR dan DSP sekilas sebenarnya adalah unit usaha dengan konsep yang kurang lebih sama, hanya di bawah bendera perusahaan yang berbeda. Dalam 4 bulan terakhir ini, BTPN mengendalikan sedikitnya unit 110 MUR di berbagai tempat. “Makin banyak pemain di bisnis ini sebenarnya justru makin bagus.

Sejak tahun 2000, saya sudah mempelajari karakter bisnis ini, membandingkannya dengan sejumlah negara. Untuk pembiayaan mikro, Indonesia dengan kontribusi terbesar BRI, masih paling bagus,” tutur Jerry Ng, Dirut BTPN. Menurut Ali, membuka jaringan kantor untuk melayani para pengusaha mikro memerlukan investasi yang tidak kecil. Dia menyebut Rp400 juta untuk setiap unit DSP yang didirikan. Itu artinya Bank Danamon telah merogoh kocek tidak kurang dari Rp400 miliar untuk lebih dari 1.000 DSP. “Itu belum termasuk sistem di kantor pusat. Perlu 3 tahun untuk kembali modal, dan setidaknya 700 DSP untuk mencapai tingkat keekonomian.”

Sementara itu, Bank Mega Syariah telah mendirikan lebih dari 200 Mega Mitra Syariah (M2S) dalam 9 bulan terakhir ini. Bank Mega Syariah, sejak beberapa tahun terakhir ini berusaha melepaskan diri dari ketergantungan pola pembiayaan bersama sebagai penopang bisnis. Bank itu, telah menentukan jalan di bisnis pembiayaan mikro.

“Potensi bisnis mikro masih besar, apalagi bila sebagai bank syariah kami ingin dekat dengan nasabah akar rumput. Tipikal bank syariah kan memang seperti itu,” tutur Benny Witjaksono, Dirut Bank Mega Syariah. Dia menargetkan M2M kembali modal hanya dalam 11 bulan. Untuk satu unit dengan sembilan karyawan, bank milik CT Corporation itu mengeluarkan dana investasi awal Rp400 juta. BNI gagal Namun, mengelola bisnis mikro tidak semudah dan semanis hasilnya seperti saat melihat Danamon dan  BRI menikmati buah kerja kerasnya.

Beberapa bank sebenarnya telah melakukan hal yang sama, tetapi menemui kegagalan. Pada 2001, PT Bank Negara Indonesia Tbk di bawah kepemimpinan Saefuddien Hasan telah merintis Unit Layanan Mikro (ULM). Konsep yang diusung kurang lebih sama, mendekat ke sektor perdagangan pasar tradisional. Namun, cikal bakal bisnis mikro BNI kandas saat Saifuddien digantikan oleh Sigit Promono.

Tidak ada penjelasan resmi mengapa unit bisnis itu dilikuidasi.

Terbetik kabar, ULM BNI banyak terjebak kredit macet, akibat keahlian menangani bisnis itu secara langsung sangat terbatas. Sebagai pengganti, BNI kemudian lebih banyak menjangkau para pengusaha mikro melalui linkage program dengan sejumlah BPR, sebuah langkah yang juga ditempuh oleh puluhan bank lain. Hanya saja, sebagian besar pemain bisnis mikro masih terlalu menggantungkan bisnis pada sisi pembiayaan.

Padahal, untuk menjamin keberlanjutan bisnis ini dalam jangka panjang, diperlukan keseimbangan penghimpunan dana dan kredit. Selain BRI, tak ada satu pun bank yang berani merilis secara gamblang berapa dana yang dihimpun dari masyarakat oleh unit bisnis mikro. Mega Syariah, seperti diakui Benny, baru fokus pada pembiayaan dalam menjalankan M2S. “Dalam jangka panjang, tidak bisa tidak bank memikirkan funding dari bisnis ini.

Memang sulit 100% ekspansi dibiayai dari unit bisnis ini, tapi itu harus diupayakan” tutur Jerry Ng. Dalam pandangannya keseimbangan sumber dana dan pembiayaan merupakan persyaratan dalam menjamin bisnis mikro bisa tetap berjalan. Di samping itu, tuturnya, dukungan berupa ketersediaan jaringan mutlak diperlukan.

Jerry Ng juga mengingatkan pentingnya kesabaran mengelola bisnis mikro. Sebab berkaca pada pengalaman, tidak semua bank memiliki hal ini. Jadi, tinggal kita tunggu siapa yang terus bertahan pada 5 atau 10 tahun mendatang.

www.bisnis.com oleh : Hery Trianto

Enam Aturan KSP atau USP Direvisi

Posted on 13 April 2009 by permodalanbmt

enam-aturan-ksp-atau-usp-direvisiJAKARTA – Kementerian Negara Koperasi dan UKM menyempurnakan sedikitnya enam peraturan tentang usaha simpan pinjam koperasi, seiring dengan dinamika industri jasa layanan keuangan mikro.

Agus Muharram, Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Negara Koperasi dan UKM, mengemukakan penyempurnaan itu merupakan bagian dari perbaikan agenda program pembangunan sesuai Instruksi Presiden (Inpres) No. 5 Tahun 2008. “Inpres tersebut terkait dengan fokus program ekonomi nasional Tahun 2008-2009, khususnya yang terkait program Kementerian Koperasi dan UKM,” kata Agus Muharram, akhir pekan lalu. Penyempurnaan pertama adalah tentang peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor 19/Per/M.KUKM/XI/ 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi. Pelaksanaan kegiatan unit simpan pinjam (USP) oleh koperasi makin berkembang sesuai dengan dinamika dan perubahan tatanan ekonomi sosial masyarakat, menyusul penerbitan UU No. 2/1999. Oleh karena itu, SK No. 351/ Kep/M/XII/1998 disempurnakan. SK tersebut merupakan petunjuk pelaksanaan kegiatan USP oleh koperasi untuk menyelaraskan perkembangan industri itu. Masyarakat diharapkan memperoleh manfaat dan kesejahteraan yang sebesar-besarnya.

Penilaian kesehatan koperasi juga perlu disempurnakan. Kegiatan koperasi simpan pinjam perlu dikelola secara profesional sesuai dengan prinsip kehati-hatian sehingga dapat meningkatkan kepercayaan dan memberi manfaat sebesar-besarnya kepada anggota dan masyarakat.

“Koperasi simpan pinjam [KSP]/USP koperasi sebagai lembaga keuangan harus mampu mengelola dana anggota, calon anggota dan anggota koperasi lain,” papar Agus.

Oleh Mulia Ginting Munthe
Bisnis Indonesia

Akan Efektifkah Ziswaf sebagai Program Anti Kemiskinan

Posted on 13 April 2009 by permodalanbmt

Sebagaimana yang diutarakan oleh salah satu tulisan (Instrumen Pembangunan) dalam buku ini mengenai pertanyaan bisakah zakat atasi kemiskinan? Maka jangan keburu gusar dengar kata tidak sebagai jawaban. Disebutkan satu alasannya adalah zakat hanya 2,5%, sedangkan masalah kemiskinan adalah akibat kebijakan, artinya terkait keharusan negara untuk menata seluruh sektor. Meskipun begitu, tulisan lain (Potensi Zakat Indonesia) mengilustrasikan perhitungan hipotetis yang masuk akal tentang potensi zakat yang mencapai Rp 32,4 triliun per tahun. Bagaimana jika zakat ditambah dengan infaq, sadaqah, waqaf dan fidyah (ziswaf)? Untuk konteks sekarang ini sumber pendanaan bisa ditambah dengan CSR dan dana haji (lihat Berhaji sambil Atasi Kemiskinan). Continue Reading

Renstra 2009 TUMANG, Dibahas!

Posted on 13 April 2009 by permodalanbmt

Boyolali. Koperasi Serba Usaha (KSU) BMT TUMANG yang berkantor Pusat di Jalan Melati No. 12, Tumang, Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah ini pada Jum’at hingga Ahad, (7-8/11) telah berhasil menyelenggarakan Rapat Anggota Kerja (RAK) II Tahun 2008. Continue Reading

Permodalan BMT Targetkan Pembiayaan Rp 50 Miliar

Posted on 13 April 2009 by permodalanbmt

JAKARTA – PT Permodalan BMT Ventura menargetkan outstanding pembiayaan Rp 50 miliar tahun ini. CEO PT Permodalan BMT, Saat Suharto mengatakan pembiayaan tersebut masih bisa bertambah jika ada linkage program dengan perusahaan lainnya. “Tapi hingga saat ini kami belum ada komitmen dengan lembaga lainnya,” kata Saat. Continue Reading

Pelatihan Ekonomi Dan Keuangan Syari’ah

Posted on 13 April 2009 by permodalanbmt

Magelang – Bank Indonesia bekerjasama dengan Pondok Pesntren Asrama Perguruan Islam Tegalrejo Magelang mengadakan Pelatihan Ekonomi dan Keuangan Syari’ah, acara yang diselenggarakan di Hotel Trio Magelang dilaksanakan pada hari senin sampai hari rabu (10-12/11/08) dengan diikuti oleh 20 Peserta. Continue Reading