Bank syariah akan dapat berkembang dengan baik bila mengacu pada demand masyarakat akan produk dan jasa bank syariah. Dengan modal UU dan nilai-nilai moral, perbankan syariah harus mampu membuktikan bahwa keberadaannya dapat melayani kebutuhan masyarakat baik dari sisi surplus pending unit maupun dificit spending unit.
Walaupun pengembangan bank syariah secara intensif masih relatif baru (± dua tahun terhitung dari diberlakukannya UU Nomor 10 Tahun 1998), patut diingat bahwa pengembangannya tidak berlandaskan infant industries argument, yang berlandaskan proteksi dan keistimewaan-keistimewaan. Sehingga pembedaan pengaturan perbankan syariah dengan konvensional bukan disebabkan perbankan syariah yang masih infant, tetapi karena by its nature memang perbankan syariah beroperasi dengan sistem yang berbeda dengan perbankan konvensional. Sebaliknya Bank Indonesia juga tidak meberlakukan bank syariah sebagai step child seperti yang terjadi di beberapa negara yang mengembangkan bank syariah dimana bank syariah dapat beroperasi, namun bank sentral tidak menyiapkan perangkat ketentuan yang memungkinkan bank syariah dapat beroperasi secara optimal.
Perkembangan perbankan syariah hingga saat ini masih kurang menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan, baik jaringan maupun volume usaha, dibandingkan dengan pertumbuhan bank konvensional. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah bank syariah yang masih kecil. Secara umum per Juli 2000, di seluruh Indonesia terdapat 161 bank umum dengan jumlah kantor sebanyak 6.624 buah, dan terdapat 2.427 BPR, dengan jumlah total asset sebesar Rp. 970 triliun, kredit yang disalurkan sebesar Rp. 279,2 triliun dan dana masyarakat.yang dihimpun Rp. 682,5 triliun. Dari seluruh perbankan nasional tersebut sampai dengan saat ini terdapat dua bank umum syariah (yaitu Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri), tiga bank umum yang membuka kantor bank syariah (yaitu Bank IFI dengan satu kantor cabang syariah, Bank BNI dengan lima kantor cabang syariah, dan Bank Jabar dengan satu kantor cabang syariah) serta 79 BPR Syariah.
Banyak tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan perbankan syariah terutama di Indonesia. Permasalahan yang muncul antara lain adalah rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap perbankan syariah terutama yang disebabkan dominasi perbankan konvensional. Berikut ini dikemukakan beberapa kendala yang muncul sehubungan dengan pengembangan perbankan syariah (Subardjo dalam Antonio,1999) :
Kebijakan pengembangan perbankan syariah antara lain adalah mendukung pengembangan jaringan perbankan syariah, khususnya pada wilayah-wilayah yang dinilai potensial. Dalam rangka mendukung
program pengembangan jaringan perbankan syariah diperlukan data dan informasi yang lengkap dan akurat yang menggambarkan potensi pengembangan bank syariah baik dari sisi penyimpan maupun sisi pembiayaan. Potensi dimaksud dapat dipandang dari sumber daya dan aktivitas perekonomian suatu wilayah serta dari pola sikap/preferensi dari pelaku ekonomi terhadap produk dan jasa bank syariah.
Dalam rangka mengembangkan jaringan perbankan syariah diperlukan upaya-upaya peningkatan pemahaman masyarakat mengenai produk, mekanisme, sistem dan seluk beluk perbankan syariah karena perkembangan jaringan perbankan syariah akan tergantung pada besarnya demand masyarakat terhadap sistem perbankan ini. Oleh karena itu, agar kegiatan sosialisasi dalam rangka peningkatan pemahaman masyarakat terhadap perbankan syariah efektif diperlukan informasi mengenai karakteristik dan perilaku nasabah/calon nasabah terhadap perbankan syariah.
Penelitian yang bertujuan untuk memberikan informasi yang jelas dan akurat mengenai hal-hal tersebut diperlukan sejalan dengan keinginan agar penyusunan kebijakan Bank Indonesia didasarkan pada hasil penelitian yang dapat dipertanggung jawabkan (research-based policy making).
Laporan lengkap silahkan klik di sini