Sekitar sepuluh tahun yang lalu, Baitul Maal wat Tamwil (BMT) belum cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia. Pada saat itu sebenarnya sudah ada puluhan BMT yang beroperasi, namun belum menjangkau masyarakat luas. Sekarang, masyarakat umum telah mengetahui keberadaan BMT, meskipun banyak yang belum memahami bagaimana persisnya seluk beluk BMT.
Ada lebih dari 3200 BMT yang beroperasi di Indonesia pada tahun 2006. Ratusan diantaranya memiliki kantor pelayanan lebih dari satu, bahkan ada yang mencapai puluhan kantor. Jika ditambah dengan perhitungan faktor mobilitas yang tinggi dari para pengelola BMT untuk “jemput bola”, memberikan layanan di luar kantor, maka sosialisasi keberadaan BMT telah bersifat masif. Diperkirakan sekitar 3 juta orang telah mendapatkan layanan dari BMT. Sebagian besar dari mereka adalah orang yang bergerak di bidang usaha kecil, terutama usaha mikro atau usaha sangat kecil. Cakupan bidang usaha dan profesi dari mereka yang dilayani sangat luas, mulai dari pedagang sayur, penarik becak, pedagang asongan, pedagang kelontongan, penjahit rumahan, pengrajin kecil, tukang batu, petani, peternak, sampai dengan kontraktor dan usaha jasa yang relatif modern.
Lihat misalnya, M. Amin Azis, Pedoman Pendirian BMT, Pinbuk Press, Jakarta, 2004, halaman x; M. Amin Azis, Buku saku Tata Cara Pendirian BMT, PKES, Jakarta 2006, halaman vii; Republika online, edisi 17 Juni 2006 dan edisi 11 Desember 2006.