Pemerintahan Presiden SBY sejak awal menyatakan komitmen untuk menurunkan angka kemiskinan menjadi 8,2 % pada tahun 2009. Secara konsisten dalam berbagai kesempatan, komitmen ini diberi penekanan, seperti dalam Nota Keuangan, Pidato Kenegaraan, dan dokumen resmi lainnya. Sebagai implementasi, ada banyak program disertai kucuran dana yang telah dilaksanakan.
Untuk memberi gambaran, mari kita menengok sedikit ke belakang, dimana setelah terjadinya krisis moneter dan ekonomi tahun 1997, pemerintah mengeluarkan program Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang dikoordinasikan melalui Keppres Nomor 190 Tahun 1998 tentang Pembentukan Gugus Tugas Peningkatan Jaring Pengaman Sosial. Selanjutnya, melalui Keputusan Presiden No.34/ 2001 junto No.8/2002 dibentuklah Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) yang berfungsi sebagai forum lintas pelaku dalam melakukan koordinasi perencanaan, pembinaan, pemantauan dan pelaporan seluruh upaya penanggulangan kemiskinan. Dan dengan alasan untuk lebih mempertajam keberadaan KPK, dikeluarkan Peraturan Presiden No.54/ 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK). Tugas dari TKPK adalah melakukan langkah-langkah konkret untuk mempercepat pengurangan jumlah penduduk miskin di seluruh wilayah NKRI melalui koordinasi dan sinkronisasi penyusunan dan pelaksanaan penajaman kebijakan penanggulangan kemiskinan.
Program penanggulangan kemiskinan yang pernah dilaksanakan setelah krisis antara lain: P4K (Proyek Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil), KUBE (Kelompok Usaha Bersama), TPSP-KUD (Tempat Pelayanan Simpan Pinjam Koperasi Unit Desa), UEDSP (Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam), PKT (Pengembangan Kawasan Terpadu), IDT (Inpres Desa Tertinggal), P3DT (Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal), PPK (Program Pengembangan Kecamatan), P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan), PDMDKE (Pemberdayaan Daerah Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi, P2MPD (Proyek Pembangunan Masyarakat dan Pemerintah Daerah), dan beberapa program pembangunan sektoral (lihat situs pnpm-mandiri).
Program penanggulangan kemiskinan dilakukan juga oleh koordinasi Bank Indonesia melalui berbagai program keuangan mikro bersama bank-bank pembangunan daerah (BPD) dan bank-bank perkreditan rakyat (BPR) bekerja-sama dengan lembaga-lembaga keuangan milik masyarakat seperti Lembaga Dana dan Kredit Perdesaan (LDKP) dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Beberapa lembaga keuangan BUMN menyelenggarakan pula program keuangan mikro dengan berbagai variasi dan kekhasan masing-masing.
Subsidi beras untuk rakyat miskin atau raskin adalah salah satu program pasca krisis yang sangat populer dan masih berjalan hingga sekarang. Pada prinsipnya disediakan beras dengan pagu jumlah tertentu yang bisa ditebus rumah tangga miskin (RTM) dengan harga yang jauh di bawah pasar. Kebijakan harga tebus raskin Rp 1.000 berlaku sejak tahun 1998 ketika harga beras saat itu Rp 2.000. Dengan memperhitungkan jumlah RTM, jatah beras yang diberikan, harga pembelian pemerintah, dan harga tebus RTM, maka didapat angka subsidi untuk satu tahun anggaran. Sebagai contoh, anggaran raskin dari APBN 2007 sebesar Rp 6,4 triliun. Oleh karena kenaikan harga, maka dalam APBN Perubahan tahun 2007, ada tambahan sebesar Rp 571,3 miliar, sehingga keseluruhan subsidi raskin menjadi sebesar Rp 6,971 triliun. Hal yang menarik sekaligus bisa dipertanyakan disini adalah ketika Rapat Pleno Komisi IV DPR tanggal 4 Oktober 2007 menyetujui usulan Bulog agar subsidi raskin pada tahun 2008 ditingkatkan, padahal pemerintah telah mengklaim (berdasar data BPS) terjadinya penurunan angka kemiskinan pada tahun 2007. Tahun 2008 penerima raskin direncanakan akan bertambah dari 15,78 juta RTM pada tahun 2007 menjadi 19,1 juta RTM. Ternyata dalam jumlah itu termasuk pula RTM hampir miskin. Alasan yang dikemukakan oleh Direktur Perum Bulog adalah agar rumah tangga yang sekarang berkategori hampir miskin dapat tersangga, tidak jatuh menjadi miskin. Sebagai catatan, alokasi subsidi raskin pada tahun 2002 adalah Rp4,23 triliun, tahun 2003 sebesar Rp4,83 triliun, tahun 2004 sebesar Rp4,83 trilun dan tahun 2005 sebesar Rp4,68 triliun.
Program sejenis yang sering disorot media adalah berkenaan dengan upaya peningkatan akses kaum miskin kepada layanan pendidikan dan layanan kesehatan. Sekalipun program semacam ini sudah dilaksanakan sejak lama, namun mendapat momentum dan kucuran dana setelah dikaitkan dengan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi (PKPS) BBM. Dalam hal akses kepada pendidikan, tercatat alokasi dana Rp2,7 triliun (2003) dan Rp6,3 triliun (2006). Alokasi dananya terus bertambah, termasuk pula jenis pengeluarannya, dimana sebelumnya lebih menekankan kepada Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan bea siswa saja.
Sementara untuk akses kepada layanan kesehatan, dana yang disediakan lebih sedikit daripada pendidikan. Sebagian besarnya disalurkan melalui program Asuransi Kesehatan untuk orang miskin (Askeskin) yang dikelola oleh PT Askes. Yang lainnya diaku berupa bantuan atau layanan kesehatan dasar (nutrisi, peralatan puskesmas, dsb).
Singkatnya, ada sekitar 55 program atau proyek yang dilaksanakan oleh sekitar 19 departemen /lembaga pemerintah Non Departemen (LPND) sejak 2004, yang terkait langsung dengan program kemiskinan (lihat situs menkokesra).
Nama program baru dan paling dikedepankan pemerintah untuk penanganan kemiskinan adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang diluncurkan pada tanggal 30 April tahun 2007. PNPM dijelaskan sebagai kelanjutan dari berbagai program sebelumnya, sekaligus sebagai upaya sinkronisasi semua program yang masih berjalan. PNPM Mandiri sebenarnya mencerminkan pula pengakuan akan kurangnya koordinasi antar instansi atau departemen yang selama ini mempunyai program penanggulangan kemiskinan. Sering terjadi, ada masalah penanggulangan kemiskinan yang menumpuk di satu daerah, ataupun di satu bidang serta masalah yang tidak tertanggulangi.
Disebutkan bahwa PNPM 2007 mencakup 1.993 kecamatan di perdesaan dan 834 kecamatan di perkotaan atau sekitar 50.000 desa. Tahun 2008, PNPM akan mengintegrasikan seluruh program penanggulangan kemiskinan di berbagai kementerian dan lembaga dan mencakup 3.800 kecamatan. Selanjutnya pada tahun 2009 secara kumulatif seluruh kecamatan di Indonesia (5.263 kecamatan) akan mendapat PNPM ini. Rencananya, Pemerintah pusat akan mengalokasikan dana sampai dengan Rp54 triliun pada tahun 2008.
Nah, apa hasil dari komitmen (yang dinyatakan) dan program sebanyak itu, serta kucuran dana yang pastinya sangat besar? Hasilnya sama sekali tidak menggembirakan, bahkan dengan ukuran yang ditetapkan oleh pemerintah sendiri (seperti angka kemiskinan BPS). Selama tiga tahun pemerintahan SBY berjalan, prestasi yang dicapai bersifat fluktuatif dan hanya berhasil mempertahankan persentase penduduk miskin di level yang sama (16,6%). Sekalipun pada tahun 2007 terjadi penurunan, pemerintah hanya mentargetkan angka kemiskinan di kisaran 15-16 persen untuk 2008, sehingga target tahun 2009 seolah sudah diralat. Ketidakberhasilan pemerintah menjadi lebih besar dan nyata jika ukuran kemiskinan yang lebih luas dan komprehensif dipakai, tidak sekadar angka kemiskinan versi BPS.