Peran lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) dalam pengentasan kemiskinan semakin terasa. Kini terdapat sekitar tiga juta nasabah mikro yang memperoleh pembiayaan Baitul Maal wa-Tamwil (BMT/LKMS) di Indonesia. Mereka adalah para pengusaha mikro dan super mikro yang menggerakkan ekonomi riil di pedesaan.
Pertumbuhan LKMS dari tahun ke tahun terus meningkat. Secara kelembagaan, sekarang sudah ada sekitar 4.000 LKMS/BMT. Mereka mengelola aset sekitar Rp 3 triliun rupiah. LKMS/BMT itu umumnya berbadan hukum koperasi jasa keuangan syariah (KJKS) atau koperasi simpan pinjam syariah (KSP).
Perhimpunan BMT Indonesia atau dikenal BMT Center, salah salah satu organisasi yang memayungi LKMS/BMT tersebut, terus berupa meningkatkan kinerja dan profesionalisme pengelolaan BMT. Salah satunya dengan menggelar konferensi dan lokakarya (workshop) pimpinan puncak (top management) BMT yang diselenggarakan di Jakarta tanggal 22-25 Oktober 2010.
“BMT Summit 2010 selain untuk melakukan konsolidasi, meningkatkan kinerja, dan profesionalisme, juga sarana meningkatkan wawasan bisnis, ekonomi, sosial, politik, dan pembangunan jejaring bagi manajemen puncak BMT,’’ ungkap Ketua Panitia BMT Summit 2010, Awalil Rizki dalam keterangan pers, Senin (18/10).
Direncanakan hadir dalam forum tersebut para pengusaha nasional, antara lain Aksa Mahmud, Haryadi Sukamdani, Sandiaga S Uno, dan Anindya Bakrie. Sementara dari kalangan pakar ekonomi adalah Anggito Abimanyu, Gunawan Sumodiningrat, dan Adiwarman A Karim. Sementara pakar politik yang bakal memberikan pencerahan kepada para pengelola BMT adalah Anies Baswedan, rektor Universitas Paramadina. Narasumber dari kalangan praktisi keuangan mikro syariah dan pemberdayaan masyarakat adalah Eri Sudewo (pendiri Dhompet Dhuafa), Saat Suharto (CEO PT Permodalan BMT Ventura), dan Jularso (Ketua Umum BMT Center.
Ketua Umum BMT Center Jularso menjelaskan, ketika organisasinya berdiri pada 2005 dan masih beranggotakan sebanyak 96 BMT, aset LKMS yang menjadi anggota tersebut baru Rp 364 miliar. Namun, aset tersebut tumbuh dengan cepat seiring dengan pengembangan dan perluasan jejaring, sehingga padaq tahun 2006 menjadi Rp 458 miliar. Tahun berikutnya, 2007, meningkat lagi menjadi Rp 695 miliar. Tahun 2008 aset BMT anggota BMT Center menembus Rp 1 triliun. “Dan pada 2009, aset kami sekitar Rp 1,6 triliun,”papar Jularso. Ia menyebut, nilai tersebut diperkirakan sekitar 50 persen dari total aset BMT di Indonesia yang mencapai lebih dari Rp 3 triliun.
BMT secara umum telah terbukti berhasil menjadi lembaga keuangan mikro yang andal. Kemampuannya untuk menghimpun dana masyarakat terbilang luar biasa, mengingat mayoritas anggota dan nasabahnya adalah pelaku usaha berskala mikro, yang selama ini tidak diperhitungkan oleh perbankan sebagai sumber dana. Dengan mengembangkan kemampuan menabung mereka, ketahanan masyarakat dalam menghadapi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat mendesak seperti sakit, musibah maupun kebutuhan mendesak lainnya menjadi semakin kuat. Mereka pun mulai belajar mengakumulasikan modal bagi peningkatan kapasitas bisnis, atau pembuatan bisnis baru.
Sementara itu, perkembangan pembiayaan yang diberikan pun terbilang spektakuler. Rasio financing to deposit ratio (FDR), yang umumnya mendekati atau lebih dari 100%, menunjukkan bahwa dana yang dihimpun dari anggota dan nasabah dapat disalurkan sepenuhnya.
Tak jarang, BMT memerlukan tambahan dana dari sumber lain, seperti perbankan syariah. BMT Center, melalui perusahaan modal ventura yang dibentuknya yakni PT Permodalan BMT Ventura, bekerjasama dengan sejumlah bank syariah, antara lain BTN Syariah dan Bank Muamalat Indonesia, untuk meningkatkan permodalan dan pembiayaan usaha mikro melalui BMT.
Sumber: Alil Gibran