JAKARTA: Sejumlah kalangan menyarankan draf RUU Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibahas terlebih dulu sebelum menuntaskan RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) agar tidak tumpang-tindih klausul di dalamnya. Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Sentot Sentausa mengatakan apabila ada rencana untuk pembentukan OJK, sebaiknya regulasi ini dibahas terlebih dahulu karena dalam JPSK sudah pasti akan mencakup semua lembaga keuangan.
“Jadi biar tidak ada tumpang-tindih nantinya, misal UU JPSK sudah jadi, tetapi kemudian UU OJK menyusul. Ini nanti akan ada tumpang-tindih karena secara sistem keuangan semua masuk dalam JPSK,” ujarnya di Jakarta pekan lalu. Dia menyadari bahwa saat ini draf pembahasan JPSK lebih dulu berada di tangan DPR dibandingkan dengan RUU OJK yang belum dilimpahkan ke legislatif. Namun, sambungnya, hal itu bisa disiati dengan membuat RUU secara bersamaan.
Semula Departemen Keuangan sudah melakukan finalisasi draf RUU OJK dan tinggal melimpahkan ke DPR. Namun, karena bank sentral berbeda pandangan dengan draf tersebut, maka rencana pembahasan dengan legislatif ditunda. Kemudian, dua institusi tersebut sepakat untuk membentuk tim antarlembaga guna mencari jalan tengah mengenai sistem pengawasan lembaga keuangan.
Kepala Ekonom BNI A. Tony Prasetiantono mengatakan pembahasan RUU JPSK bisa saja dilakukan terlebih dahulu, asalkan menyisakan ruang untuk memasukkan OJK dalam ketentuan tersebut. Legislator dari Fraksi Golkar Melchias Markus Mekeng mengatakan pemerintah sebaiknya membahas RUU OJK terlebih dahulu karena berperan sebagai fungsi pengawasan.
“Saat ini pengawasan perbankan oleh BI masih lemah. Jadi menurut hemat saya yang harus dibahas dulu adalah OJK yang melakukan fungsi pengawasan dan BI hanya fungsi moneternya,” paparnya. Di Inggris, anggota Parlemen George Osborne kepada BBC mengatakan ada rencana mengakhiri peran otoritas jasa keuangan (the financial services authority/FSA) dan mengembalikan peran regulasi kepada Bank of England.
Osborne juga mengapungkan ide agar ada regulator berbeda untuk tiap pasar finansial. Dia mengacu kepada keberadaan the US Securities and Exchange Commission di Amerika Serikat, sehingga Bank of England juga harus memiliki peran regulator yang berbeda.
Dradjad Wibowo, anggota Komisi XI DPR asal Fraksi PAN mengatakan Indonesia sebaiknya memikirkan ulang wacana untuk membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lembaga ini diamanatkan UU No.3/2004 tentang Bank Indonesia berdiri 5 tahun setelah keberadaan bank sentral yang independen. “Inggris saja yang menjadi pionir OJK dunia sekarang sedang bersiap-siap menghapuskan FSA dan mengembalikan pengawasan perbankan kepada Bank of England,” tuturnya kemarin.
Dradjad menuturkan terintegrasinya pengawasan ternyata bukan menjadi solusi efektif terhadap jasa keuangan. Bahkan, ujarnya, hal itu banyak menimbulkan masalah baru. Dradjad menambahkan biaya keberadaan OJK sangat mahal dan bank-bank terbebani premi tambahan.
Sumber : www.bisnis.com