JAKARTA – Gerakan koperasi dinilai tidak sensitif terhadap masalah perkoperasian, meski peminggiran institusi kementerian yang mengurusi koperasi dan usaha kecil diyakini bertentangan dengan amanat Pasal 33 Ayat 1 UU 45. Pengamat ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Revrisond Baswir menegaskan praktisi koperasi harus menjadi garda terdepan membela Pasal 33 ketika ada yang hendak meminggirkan institusi Kementerian Negara Koperasi dan UKM. “Mahasiswa berdemonstrasi menolak keputusan yang mereka nilai salah. Ketika ada yang meminggirkan gerakan koperasi, masyarakat koperasi tidak harus diam saja,” ujar Revrisond dalam acara evaluasi akhir tahun pembangunan UKMKM, kemarin.
Pernyataan Revrisond terkait dengan pengesahan UU No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang melemahkan penanganan urusan koperasi dan usaha kecil menengah. Berdasarkan UU tersebut urusan pemerintahan dikelompokkan menjadi tiga, yakni urusan yang nomenklaturnya secara tegas disebutkan dalam UU 45, urusan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UU 45, dan urusan dalam rangka penajaman koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah. Urusan koperasi dan usaha kecil masuk poin ketiga, yang mengesankan Kementerian Negara Koperasi dan UKM boleh ada, boleh juga tidak ada, karena keberadaannya kalau ada kebutuhan koordinasi dan sinkronisasi program.
Sesuai dengan Pasal 33 UU 45 yang diamendemen, pada Ayat 1, 2, dan 3, masih jelas menyebutkan bahwa perekonomian disusun atas azas kekeluargaan. “Kalau ditanya apa makna dari ayat 1? Berdasarkan tulisan buku Bung Hatta, jawabannya, ya, koperasi,” ujar Revrisond, dalam kesempatan sebelumnya. Menurut dia, rencana pemerintah menghapus kementerian negara, termasuk Kementerian Negara Koperasi dan UKM seakan sudah menjadi satu paket dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 99 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Dana Bergulir. Sesuai dengan PMK itu, pengelolaan dana bergulir harus dilakukan melalui badan layanan umum (BLU). Dalam konteks ini Kementerian Koperasi dan UKM telah mendirikan Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB).
Ditolak
Revrisond menilai PMK harus ditolak mentah-mentah karena secara ideologis bertentangan dengan amanat Pasal 33 Ayat 1, yakni perekonomian disusun berdasarkan azas kekeluargaan. Artinya, pada Pasal 33 dalam bahasa sederhana dilakukan secara gotong royong dan kolektivitas. “Apakah PMK No. 99 Tahun 2008 berdasarkan kolektivitas atau individualisme?” ujarnya mempertanyakan. Ditegaskan, kalau PMK masih membicarakan tentang koperasi dan UMKM, harus ditarik garis tegas bahwa masih berpihak kepada koperasi. Yang jelas saat ini koperasi dianggapnya sudah mati suri. Seperti yang pernah diungkapkannya, jika pemerintah ingin membubarkan institusis Kementerian Negara Koperasi dan UKM, silakan saja. “Tapi dengan catatan, harus dikembalikan menjadi Departemen Koperasi. Revrisond menjelaskan dengan acuan dari berbagai sudut pandang tersebut, secara bergurau dia mengatakan Permenkeu No. 99 Tahun 2008 tersebut bertujuan bagi pemberdayaan atau pembinasaan KUMKM. Sekretaris Menteri Negara Koperasi dan UKM Guritno Kusumo mengatakan evaluasi akhir tahun tentang pembangunan Koperasi dan UMKM ini sangat penting untuk mempersiapkan diri menghadapi program tahun depan. “Paling tidak kita telah memiliki pegangan untuk melaksanakan tugas sepanjang 2009,” tukas Guritno Kusumo, yang membuka acara evaluasi di auditorium Kementerian Negara Koperasi dan UKM di Jl. Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Oleh Mulia Ginting Munthe
Bisnis Indonesia
(ginting.munthe@bisnis.co.id)