BMT adalah lembaga swadaya masyarakat, dalam pengertian didirikan dan dikembangkan oleh masyarakat. Pendirian biasanya dilakukan dengan menggunakan sumber daya, termasuk dana atau modal, dari masyarakat setempat itu sendiri. Pendirian BMT memang sering dibantu oleh pihak di luar masyarakat lokal, namun dapat disebut sebagai bantuan teknis. Bantuan teknis biasanya bersifat konsepsional atau stimulan, umumnya dari lembaga atau asosiasi yang peduli BMT atau masalah pemberdayaan ekonomi rakyat.
Pengertian semacam ini juga dipakai dalam M. Amin Azis (2004), ibid, halaman 1 dan M. Amin Azis (2006), ibid, halaman 1
Pusat inkubasi Bisnis Kecil (Pinbuk) merupakan salah satu lembaga, sejauh pengetahuan penulis, yang paling aktif mendorong pendirian BMT. Organ organisasi atau kepengurusan di tingkat kecamatan dan kabupaten dari organisasi semacam Muammadiyah juga banyak berperan dalam pendirian BMT.
Sejak awal pendiriannya, BMT-BMT dirancang sebagai lembaga ekonomi. Secara lebih spesifik adalah suatu lembaga ekonomi rakyat, yang secara konsepsi dan secara nyata memang lebih fokus kepada masyarakat bawah, yang miskin dan nyaris miskin (poor and near poor). Agenda kegiatannya yang utama adalah pengembangan usaha mikro dan usaha kecil, terutama melalui bantuan permodalan. Untuk melancarkan usaha pembiayaan (financiing) tersebut, maka BMT berupaya menghimpun dana, yang terutama sekali berasal dari masyarakat lokal di sekitarnya. Dengan kata lain, BMT pada prinsipnya berupaya mengorganisasi usaha saling tolong menolong antar warga masyarakat suatu wilayah (komunitas) dalam masalah ekonomi.
Sebagian besar BMT sejak didirikan memang berbentuk koperasi, karena konsep koperasi sudah dikenal luas oleh masyarakat dan bisa memberi status legal formal yang dibutuhkan. Akan tetapi ada pula BMT yang pada mulanya hanya bersifat organisasi kemasyarakatan informal, atau semacam paguyuban dari komunitas lokal. Ketika kegiatan mulai tumbuh pesat dirasakan ada kebutuhan untuk membenahi aspek-aspek keorganisasiannya. Hampir semua BMT kemudian memilih koperasi sebagai badan hukum, atau paling kurang dipakai sebagai konsep pengorganisasiannya.
Yang menarik untuk dicermati adalah bahwa fenomena pendirian dan pengembangan BMT yang tidak sebatas pertimbangan ekonomis. Ada gairah untuk mendasari seluruh aktivitas BMT dengan nilai-nilai Islam, sesuai dengan penyebutan diri yang mengandung konotasi Islami. Sebagian besar BMT memang lahir dan berkembang dari komunitas keislaman, seperti jamaah masjid, jamaah pengajian, pesantren, organisasi kemasyarakatan Islam, atau yang sejenisnya. Ada yang berasal dari kesepakatan dalam forum sillaturahmi atau forum ilmiah yang sedang membicarakan masalah keuangan syariah, ekonomi islam, atau pemberdayaan ekonomi umat. Ada pula yang diinisiasi oleh individu atau perseorangan yang berniat membantu orang lain, khususnya yang seiman. Pendek kata, hampir selalu ada keterkaitan BMT dengan Islam sebagai suatu ajaran ataupun dengan kepedulian pada kehidupan ekonomi umat Islam.
Sesuai pengertian istilahnya, BMT melaksanakan dua jenis kegiatan, yaitu Baitul Maal dan Baitul Tamwil. Sebagai Baitul Maal, BMT menerima titipan zakat, infaq, dan shadaqah serta menyalurkan (tasaruf) sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Sedangkan sebagai Baitul Tamwil, BMT bergiat mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan pengusaha kecil bawah dan kecil dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan ekonomi.1
Sebagai Baitul Tamwil, BMT terutama berfungsi sebagai suatu lembaga keuangan syariah. Lembaga keuangan syariah yang melakukan upaya penghimpunan dan penyaluran dana berdasarkan prinsip syariah. Prinsip syariah yang paling mendasar dan yang sering digunakan adalah sistem bagi hasil yang adil, baik dalam hal penghimpunan maupun penyaluran dana. Sampai sejauh ini, kebanyakan BMT berupaya menjalankan fungsi keuangan syariah tersebut secara profesional dan patuh kepada syariah. Upaya meningkatkan profesionalisme membawa BMT kepada berbagai inovasi kegiatan usaha dan produk usaha. Sesuai dengan kondisi “lapangan” masing-masing, BMT berkreasi menciptakan bentuk, nama dan jenis kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana. BMT sering menggunakan slogan atau semboyan yang dianggap bisa menjadi “branch” atau ciri khas mereka, yang biasanya juga diilhami oleh kondisi masyarakat yang dilayani.
Lihat M.Amin Azis, op.cit.; lihat juga Hertanto Widodo dkk, Panduan praktis Operasional BMT, Mizan, Bandung, 1999, halaman 81-82; dan Saifuddin A. Rasyid, “Konsep Dasar BMT”, dalam Republika online, edisi 14/12/2001.