JAKARTA–Lembaga keuangan mikro syariah seperti Baitul Maal wat Tamwil (BMT) di Indonesia kini semakin menjamur. Walau cakupannya tak sebesar bank syariah, namun terdapat sejumlah BMT yang telah beraset lebih dari Rp 100 miliar.
Menurut Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Ekonomi Islam, Agustianto, setidaknya diperlukan pengawasan bagi BMT yang telah beraset besar. Ia menambahkan BMT yang juga terkait dengan dana masyarakat ini hendaknya menjadi perhatian penggiat ekonomi syariah dan pemerintah. “Dari segi aturan keuangan seperti rasio kecukupan modal harus ada lembaga pemerintah yang mengatur itu karena ada aset BMT yang bahkan telah melebihi BPRS,” kata Agustianto kepada Republika, Kamis (29/10). BPRS saja, lanjut dia, memiliki regulasi yang harus diikuti dari Bank Indonesia tentang aturan kesehatan bank, permodalan, batas maksimal pemberian kredit dan rasio kecukupan modal.
Menurutnya, aturan-aturan tersebut juga harus diterapkan di BMT dengan tujuan untuk kemaslahatan masyarakat sehingga dana dapat lebih terjamin. “Tidak tertutup kemungkinan suatu saat dana yang terkumpul bisa disalahgunakan dan akibatnya masyarakat banyak bisa jadi korban dan menderita kerugian karena itu Kementerian Negara Koperasi dan UKM harus lebih mengoptimalkan regulasi dan pengawasan kepada BMT dan juga syarat-syarat perizinan dan aturan yang terkait dengan kesehatan lembaga keuangan,” papar Agustianto. Ia mengakui selama ini memang sudah ada regulasi yang mengatur itu.
Namun hal tersebut baru berupa konsep atau syarat dari lembaga yang menginkubasinya, seperti BMT Center maupun Pusat Inkubasi Bisnis dan Usaha Kecil, bukan berasal dari pemerintah yang memiliki sifat mengikat dan punya sanksi hukum jika dilanggar. Peraturan tersebut, tambahnya, bisa saja dalam bentuk peraturan menteri koperasi. “Kalau modal BMT kecil dan dana masyarakat banyak itu bisa berbahaya. Jangan sampai terjadi hal negatif di masa depan karenanya untuk menjaga itu perlu dibuat peraturan,” tegas Agustianto. gie/taq
sumber : www.republika.co.id