Sunday, November 24, 2024 0:42

PELANTIKAN PBMTI KORDA BOGOR RAYA

Posted by on Monday, June 13, 2011, 8:53
This item was posted in Terbaru and has 10 Comments

OPTIMALISASI PERAN BMT DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL

Oleh: Awalil Rizky

(Ketua II Perhimpunan BMT Indonesia dan Chief economist PT. Permodalan BMT Ventura)

Keprihatinan atas dominasi pihak asing dalam dinamika perekonomian Indonesia selama beberapa tahun terakhir semakin diutarakan banyak pihak. Istilah dominasi merujuk kepada berbagai fakta terkait kepemilikan asing atas banyak asset dan peran menentukannya dalam produksi barang (termasuk jasa) di Indonesia. Ditambah lagi, beredar luasnya barang-barang produksi asing (terutama dari Cina) sampai ke pelosok desa. Tidak seperti di masa lalu, barang produksi luar negeri itu bukanlah yang mewah dan mahal, melainkan pemenuhan kebutuhan biasa yang berharga murah, seperti : pakaian, alat elektronik, perabotan rumah tangga, mainan anak, dan lain sebagainya.

Panitia Seminar ini merupakan salah satu diantara yang prihatin itu, sehingga menyodorkan tema “Membangun sinergi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Syariah/BMT dalam menghadapi dominasi keuangan asing.” Nuansa temanya jelas menganggap dominasi asing di bidang keuangan adalah ancaman bagi perekonomian nasional, dan dijelaskan secara lebih gamblang dalam Terms of reference (TOR).

Dominasi asing dalam bidang keuangan antara lain ditunjukkan oleh porsi kepemilikan atas bank yang terus meningkat, yang kini diperkirakan sudah melampaui angka 60 persen. Di masa lalu, kepemilikan asing hanya ada pada kantor cabang bank asing dan pada bank campuran, yang pada saat menjelang krisis tahun hanya sekitar 9 persen dari total industri. Setelah krisis, ada bank akuisisi asing, serta ada sebagian saham bank umum nasional dan bank Persero yang dijual kepada asing. Sebagian pembelian melalui mekanisme regular di bursa efek, sehingga jumlah pastinya bersifat dinamis.

Dinamika transaksi di pasar modal pun termasuk yang mengindikasikan dominasi asing di sektor keuangan. Baik berkenaan dengan arus dana yang masuk dan keluar, maupun dana kelolaan berbagai perusahaan sekuritas. Terkait dengan dominasi dalam perbankan dan transaksi pasar modal, maka transaksi di pasar uang dan pasar valuta asing pun adalah keniscayaan.

Di masa lampau, dominasi asing belum tampak kuat dan terlihat jelas oleh public, meskipun sebenarnya telah terjadi di beberapa sektor utama ekonomi Indonesia, seperti migas dan pertambangan, yang menjadi tulang punggung keuangan negara. Kucuran utang luar negeri pun adalah salah satu instrument pengendalian keuangan dan perekonomian nasional. Soal utang luar negeri patut dinilai sebagai satu pilar utama dominasi asing sehingga mencapai tingkatan sekentara saat ini.

Sikap Resmi Otoritas Ekonomi

UUD 1945 pasal 33 ayat 2 mengamanatkan: “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.” Di masa lampau, semangat pasal  ini umum difahami sebagai kepemilikan Negara atau penguasaan dalam arti sesungguhnya oleh Negara. Belakangan, tafsirannya berkembang kea rah bahwa dikuasai tidak harus berarti dimiliki. Dan dikuasai pun adalah cukup oleh aturan main, yang bahkan dikaitkan dengan pasat, sehingga Pemerintah tak harus turut campur terlampau jauh. Maka, soal kepemilikan asing tidak diartikan buruk dan bertentangan dengan konstitusi.

Pemerintah di era reformasi dengan dukungan para ekonom “mainstreams” secara sistematis, sebagaimana tercermin dalam dokumen resmi seperti Nota keuangan dan RAPBN, memang bertekad mengurangi campur tangan negara. Bahkan, porsi negara yang terlalu besar dalam perekonomian dianggap sebagai sebab utama parahnya krisis 1997/98. Keadaan demikian dinilai memberi peluang besar bagi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Dtekankan pula bahwa negara atau birokrasi bersifat lamban dan tidak efisien dalam mengelola perusahaan. Ketidakefisienan ini berdampak buruk tidak hanya ke­pada birokrasi dan BUMN, melainkan bagi produktivitas per­ekonomian nasional. Banyak kebijakan ekonomi yang bersifat campur tangan pada dunia usaha justeru memperburuk, sekalipun bermaksud baik dan tidak berunsur KKN. Dikatakan bahwa bagaimana mungkin para birokrat lebih tahu  daripada pelaku bisnis tentang keadaan dunia usaha.

Pasca krisis 1997/98 menjadi lahan subur bagi pengutaraan kembali argumen-argumen lama yang populer ketika memulai pembangunan tahun 1970-an, khususnya sewaktu membenarkan utang luar negeri (ULN) dan penanaman modal asing (PMA) masuk secara besar-besar­an. Diantaranya adalah: kurangnya sumber daya manusia yang terdidik dan terlatih; perkembangan teknologi produksi yang lamban; dan modal (untuk investasi) yang masih kurang, akibat kecilnya tabungan domestik. Bahkan ada ahli yang tetap tega “menuding” bahwa rakyat kita masih banyak yang malas, kurang motivasi, dan semacamnya.

Padahal, se­bagian besar pandangan tersebutbersifat mitos, yang sejak puluhan tahun lampau sudah dihembuskan oleh teori modernisasi, suatu kon­sep induk dari kapitalisme bagi negara terbelakang. Bangsa Indo­nesia tidak terdiri dari orang-orang yang bodoh, malas, dan tak punya motivasi untuk maju. Terbukti sebagian besar rakyat sungguh cepat belajar, rajin, berhasrat ingin maju, dan bersedia menabung. Lebih dari segalanya, mereka kebanyakan penyabar, masih peduli satu dengan lainnya, dan sangat berorientasi pada perdamaian. Masalah­nya menjadi berbeda jika mereka dibodohi, dibuat tak berdaya, dan dibuat menjadi konsumeris.

Tidak beralasan kuat pula pandangan bahwa kita selalu ke­kurangan modal. Kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) kita merupa­kan modal yang amat besar, disamping lahan pertanian yang subur secara alamiah. Indonesia bukan negara yang tidak memiliki apa-apa. Mitos akan perlunya modal (uang dan teknologi) untuk peng­urasannya telah terbukti selama lebih dari tiga puluh tahun makin “memiskinkan” Indonesia.

Apa yang terjadi ketika Indonesia membuka diri seluas-luasnya bagi modal asing (dan teknologinya)? Lebih dari 10 milyar barel minyak mentah sudah diambil; 70% hutan alam kita rusak; beberapa milyar ton batubara dikuras; ribuan ton emas dan perak diangkut ke luar negeri; keadaan perikanan laut kita sudah memprihatinkan; pertanian kita menjadi bergantung pada pupuk kimia dan pestisida; lingkungan hidup berubah menjadi memburuk; dan sebagainya. Sementara itu, dalam ukuran konvensi­onal (ilmu ekonomi) pun, perekonomian Indonesia belum membaik secara berarti. Masih ada 31 jutaorang miskin menurut ukuran BPS, dan akan mencapai 100 juta jika menurut ukuran Bank Dunia. Bisa dikatakan lebih dari separuh penduduk hanya berada di sekitar garis kemiskinan, sehingga meskipun belum dikategorikan miskin, namun dengan mudah akan menjadi miskin jika ada goncangan ekonomi.  Serta puluhan juta pengangguran (tertutup dan terbuka) yang mestinya berhak atas hasil SDA tersebut.  Generasi mendatang Indonesia pun masih harus menanggung beban utang luar negeri (sekarang ditambah utang dalam negeri) untuk membayar hasil berupa kondisi semacam itu.

Bank Indonesia sebagai otoritas ekonomi selain pemerintah pun secara resmi sangat ramah terhadap masuknya modal asing, dengan pertimbangan dan kerangka teori yang serupa. Para ekonom BI meyakini teori yang sama dengan ekonom pemerintah akan arti petingnya perdagangan internasional yang bebas, termasuk arus uang dan modal bebas pula.

Beberapa bulan terakhir, sebagian petinggi Bank Indonesia memang sudah mengemukakan wacana pengurangan porsi kepemilikan asing dalam industri perbankan nasional. Namun belum direalisasikan dalam bentuk peraturan, apalagi diterapkan secara nyata.

Beberapa dinamika mutakhir perbankan nasional

Secara teknis, tantangan besar yang dihadapi perbankan saat ini adalah masih besarnya ekses likuiditas. Dalam kondisi perbankan yang mengalami ekses likuiditas, derasnya aliran masuk modal asing juga dapat menyebabkan peningkatan ekses likuiditas yang telah ada. Ekses likuiditas perbankan yang besar tersebut dapat memberikan tekanan terhadap stabilitas makroekonomi sehingga perlu dikelola secara optimal. Tantangannya ialah bagaimana agar likuiditas tersebut dapat disalurkan untuk membiayai sector usaha produktif dan pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Untuk mengatasi hal tersebut, bank sentral perlu menerapkan berbagai instrumen yang dapat mengendalikan likuiditas, baik secara permanen maupun temporer.

Di samping itu, koordinasi kebijakan dengan Pemerintah sangat diperlukan dalam rangka mengelola ekses likuiditas yang bersumber dari operasi keuangan Pemerintah. Hal tersebut mengingat semakin besarnya sumber pembiayaan APBN yang berasal dari penerimaan valuta asing akan menambah likuiditas dalam perekonomian. Koordinasi tersebut juga diperlukan dalam rangka menambah instrumen yang dapat digunakan dalam memanfaatkan ekses likuiditas untuk pembiayaan kegiatan investasi di sektor riil. Dalam beberapa tahun terakhir, khususnya pascakrisis keuangan global tahun 2008, ekses likuiditas terus mengalami peningkatan. Rata-rata rasio ekses likuiditas terhadap dana pihak ketiga perbankan terus menunjukkan tren yang meningkat mencapai 22% pada akhir tahun 2010. Kondisi likuiditas perbankan yang berlebih mencerminkan peran perbankan dalam pertumbuhan ekonomi belum optimal.

Kondisi ekses likuiditas perbankan yang cenderung persisten apabila tidak dikelola dengan baik akan berdampak negatif terhadap perekonomian. Ekses likuiditas tersebut berpotensi mendorong perkembangan besaran moneter (kredit dan uang beredar/M2) yang selanjutnya dapat meningkatkan tekanan inflasi ketika ekses likuiditas tersebut disalurkan ke kredit konsumsi, terutama jika penawaran tidak dapat mengimbangi kenaikan konsumsi yang dibiayai oleh kredit tersebut.

Kondisi di atas diperburuk oleh daya saing perbankan domestik yang masih relatif rendah, baik dari segi efisiensi, permodalan, maupun aset. Dalam skala regional, daya saing perbankan Indonesia dari segi efisiensi, permodalan, dan aset masih lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara kawasan. Berdasarkan data Bank Indonesia, rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dan Net Interest Margin (NIM) Indonesia masing-masing sebesar 81,6% dan 5,8%. Dari tahun 2005 sampai dengan 2010, NIM adalah : 5,63%, 5,80%, 5,70%, 5,66%, 5,56%, dan 5,73%. Sementara itu, untuk Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina, rasio BOPO berkisar 32,7% – 73,1% dan NIM berkisar 2,3% – 4,5%.

Bagaimanapun, asset Bank Umum terus tumbuh cukup pesat, dan mencapai lebih dari Rp3000 trilyun pada akhir tahun 2010. Patut dicatat dari 121 bank umum, maka 10 bank dengan asset terbesar cukup mendominasi. Tercatat pada akhir tahun 2010, sebagai berikut: Bank Mandiri Rp 410.619milyar (13,65%), BRI (Persero) Rp395.396 miliar (13,14%), Bank Central Asia Rp323.345milyar (10,75%), BNI (Persero)Rp241.169milyar (8,02%), Bank CIMB Niaga Rp 142.932milyar (4,75%), Bank Danamon Indonesia Rp113.861miyar (3,78%), Pan Indonesia Bank Rp106.508miyar (3,54%), Bank Permata Rp74.040milyar (2,46%), BII Rp72.030milyar (2,39%), BTN (Persero) Rp68.334milyar (2,27%). Total asset kesepuluh bank terbesar tersebut adalah Rp 1.948.234 milyar (64,75%).

Sementara itu, total simpanan pada bank umum per akhir Desember 2010 mencapai Rp2.370,98 Triliun. Data Simpanan ini meliputi Dana Pihak Ketiga sebesar Rp2.338,82 Triliun dan Simpanan Antar Bank (Antar Bank Pasiva dalam bentuk simpanan) sebesar Rp32,16 triliun. Simpanan dengan proporsi terbesar adalah deposito yaitu sebesar Rp1.087,79 Triliun atau sebesar 45,88%. Tetapi dengan proporsi yang sedemikian besar, jumlah rekening pada deposito hanya sebesar 2.844.944 rekening atau hanya sebesar 2,93% dari total rekening.  Sementara itu, jumlah rekening terbesar adalah tabungan yaitu sebesar 91.777.185 rekening atau sebesar 94,42% dari total rekening. Walaupun demikian, total simpanan tabungan hanya sebesar Rp733,68 Triliun atau hanya sebesar 30,94% dari total rekening.

Yang paling menarik adalah bahwa rekening dengan nominal sampai dengan Rp100 juta hanyalah sebesar Rp410,14 trilyun (17,30%). Bahkan, yang bernominal lebih dari Rp500 juta mencapai 66,55%, dan yang lebih dari Rp5 milyar adalah sebesar 39,30%. Padahal, jumlah rekening yang bernilai sampai dengan Rp100 juta sebanyak 97,59%. Dengan kata lain, ada dominasi dari rekening bernominal besar, yang lebih dari separuhnya adalah rekening pribadi (bukan korporasi atau lembaga).

Adapun terkait perbankan syariah, setelah melewati masa awal pertumbuhan yang terbilang lamban antara tahun 1992-1998, kemudian tumbuh sangat pesat dalam satu dasawarsa terakhir. Pertumbuhan jumlah BUS, UUS dan BPRS diikuti oleh peningkatan nilai indikator-indikator perbankan syariah, seperti aset, dana pihak ketiga (DPK), dan pembiayaan. Sebagai contoh, aset perbankan syariah (belum termasuk BPRS) telah berkembang sekitar 54 kali lipat selama 10 tahun, dari Rp 1,79 trilyun pada akhir tahun 2000 menjadi Rp 97,52 trilyun pada akhir tahun 2010. Selama kurun itu, pertumbuhan rata-rata setiap tahunnya adalah sekitar 54%. Dana Pihak Ketiga yang berhasil dihimpun pada kurun waktu yang sama meningkat sekitar 74 kali lipat, dari Rp 1,03 trilyun menjadi Rp 76,04 trilyun. Sedangkan pembiayaan yang diberikan juga meningkat sekitar 54 kali lipat, dari Rp 1,27 trilyun menjadi Rp 68,18 trilyun.

Pertumbuhan Kredit MKM

Posisi kredit Mikro, Kecil dan Menengah (MKM) pada akhir tahun 2010 adalah sebesar Rp967,60 triliun, yang merupakan 53,36% dari total kredit perbankan sebesar Rp1.813,32 triliun. Kredit MKM terdiri dari : 1) Kredit mikro, yakni kredit dengan plafon sampai dengan Rp50 juta, 2) Kredit kecil, yakni kredit dengan plafon lebih dari Rp50 juta sampai dengan Rp500 juta, dan 3) Kredit menengah, yakni kredit dengan plafon lebih dari Rp500 juta sampai dengan Rp5 miliar. Kredit MKM tidak termasuk kartu kredit yang pada posisi September 2010 mencapai Rp32,9 triliun dan sudah termasuk pembiayaan oleh Bank Umum Syariah serta penyaluran kredit oleh BPR Konvensional dan Syariah s.d September 2010.

Pangsa kredit MKM terhadap kredit perbankan sebesar 53,36% pada akhir tahun 2010 itu menaik dibanding dari tahun-tahun sebelumnya, yakni : 44,38% (2002), 48,07% (2003), 49,55% (2004), dan 52,03% (2005), 52,85% (2006), 51,2% (2007), 49,49%(2008), 52,25%(2009).

Pertumbuhan kredit MKM dalam dua tahun terakhir ini lebih tinggi daripada pertumbuhan total kredit perbankan, membalik kecenderungan tahun-tahun sebelumnya. Pertumbuhan kredit MKM adalah: 22,47%(2007), 26,0%(2008), 16,12%(2009), 26,16%(2010). Sedangkan pertumbuhan kredit Perbankan adalah: 26,38% (2007), 30,39%(2008), 9,97%(2009), 23,56%(2010).

Jumlah rekening kredit MKM pun tumbuh cukup pesat, yang pada akhir tahun 2010 mencapai lebih dari 30 juta rekening. Pertumbuhan jumlah rekening tahun 2010 tercatat melampaui tahun-tahun sebelumnya, dari 24.887.284 rekening menjadi 30.204.592 rekening,atau tumbuh sebesar 21,37%. Namun, pertumbuhan ini masih lebih rendah daripada nilai nominal kredit yang diberikan, sehingga rata-ratanya tetap menaik, sekitar Rp32 juta (2010) dibanding Rp30 juta (2009) dan Rp22 juta (2006). Dilihat dari aspek plafon kredit, maka yang paling mengalami pertumbuhan terpesat adalah kredit kecil. Pangsanya pun mencapai 41,08%, sedangkan kredit mikro dan kredit menengah  hampir setara, yakni 29,52% dan 29,40%.

Penyaluran kredit MKM menurut penggunaannya adalah untuk kredit produktif yang terdiri dari kredit modal kerja dan kredit investasi, serta untuk kredit konsumsi. Selama beberapa tahun terakhir, pertumbuhan kredit konsumsi lebih tinggi daripada kredit modal kerja dan kredit konsumsi. Kredit konsumsi yang pada tahun 2002 masih sedikit di bawah kredit modal kerja, berangsur menyamai kemudian jauh melampauinya pada berapa tahun terakhir ini. Kredit modal kerja sendiri sebenarnya juga tumbuh cukup pesat, dan hanya kredit investasi yang tumbuhnya lebih perlahan. Akibatnya, pangsa kredit konsumsi terus mengalami peningkatan, dimana untuk Bank umum (tidak termasuk BPR/S), dari 43,1% pada tahun 2002 menjadi 52,76% pada tahun 2010. Sebaliknya, pangsa kredit modal kerja turun dari 46,4% (2002) menjadi 38,11% (2010), dan kredit investasi turun dari 10,5% (2002) menjadi 9,12% (2010).

Berdasar lokasi proyek, sebagian besar kredit MKM disalurkan di Pulau Jawa dan Bali, mencapai 68,4%. Khusus untuk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, perkembangan kredit MKM lebih pesat dari rata-rata nasional. Bahkan dalam bulan Januari dan Februari 2011 ini terjadi akselerasi. Sekedar gambaran baki debet kredit MKM di Propinsi DIY dari tahun 2005-2010 adalah: Rp4.729milyar, Rp5.345milyar,Rp6.421milyar,Rp7.843milyar,Rp8.956milyar dan Rp9.837milyar Per akhir Februari 2011 mencapai Rp10.930milyar. Sedangkan untuk Propinsi Jawa Tengah: Rp33.047milyar, Rp38.186 milyar, Rp46.220 milyar,Rp56.964 milyar, Rp64.538 milyar dan Rp68.762milyar. Sedangkan per akhir Februari 2011 mencapai Rp 77.976milyar.

Peran LKMS (BMT)

Setelah era perjuangan perintis BMT (Baitul Mal wa Tamwil) pada tahun 1980-an, maka pertengahan tahun 90-an bisa disebut sebagai era pertumbuhan yang luar biasa. Sejak kurun itulah fenomenanya berubah menjadi gerakan BMT yang bersifat nasional dan cukup masif. Ada pula “momentum” tambahan akibat krisis ekonomi 1997/1998, dimana salah satu penyebabnya adalah kesempatan akibat kesulitan dan kemudian konsolidasi perbankan.

Jutaan orang kemudian bisa dilayani oleh ribuan BMT dengan jaringan kantor dan jejaring usahanya. Puluhan ribu pegiatnya secara langsung bisa “hidup”, bekerja sekaligus berjuang, dalam gerakan BMT. Ratusan ribu usaha produktif, sebagian besarnya berukuran mikro (sangat kecil), dapat dibantu untuk tumbuh atau sekurangnya mempertahankan diri. Ratusan ribu orang lainnya berhasil ditolong dari keadaan darurat dalam memenuhi kebutuhan hidup yang vital. Kini bisa dikatakan bahwa masyarakat luas telah cukup mengetahui tentang keberadaan BMT.

Statistik yang akurat tentang BMT memang belum tersedia dan sulit diverifikasi. Meskipun departemen koperasi mustinya memiliki catatan terinci, namun mereka tak memiliki data yang lengkap pula karena alasan birokratis dan lainnya. Pusat Inkubasi Usaha Kecil (Pinbuk) pernah mengemukakan data dan memiliki daftar rinciannya bahwa sampai dengan pertengahan tahun 2006, terdapat sekitar 3200 BMT yang beroperasi di Indonesia. Pinbuk juga membuat perkiraan akan aset total BMT, yang diperhitungkan telah mencapai Rp 1,5 trilyun pada tahun 2005 dan Rp 2 triliun pada tahun 2006. Anggota dan calon anggota yang dilayani pada dianggap sekitar 3 juta orang. Data tersebut beberapa kali diupdate oleh pihak Pinbuk, namun tidak secara periodik dan sebagiannya bersifat kurang lengkap.

Dari data Pinbuk yang dicermati dan dilengkapi dengan informasi pihak lainnya maka diperkirakan ada sekitar 3.900 BMT yang operasional pada tahun 2010. Sebagian BMT yang sebelumnya ada dalam daftar Pinbuk memang tidak aktif lagi, namun banyak pula yang baru bermunculan. Total aset yang dikelola mencapai nilai Rp 4 trilyun. Nasabah yang dilayani diperhitungkan sekitar 3 juta orang, tidak meningkat dari perkiraan Pinbuk pada tahun 2006 karena kemungkinan sedikit overestimated pada waktu itu. Jumlah pekerja yang mengelola BMT diestimasi sekitar 60.000 orang.

Dengan demikian BMT secara faktual berkembang menjadi salah satu lembaga keuangan mikro (LKM) yang penting di Indonesia, baik dilihat dari kinerja keuangan maupun jumlah masyarakat yang bisa dilayaninya. Segala kelebihan yang biasa dimiliki oleh LKM pun menjadi karakter BMT. Salah satunya, sebagaimana banyak diketahui, LKM lebih tahan terhadap goncangan perekonomian akibat faktor eksternal Indonesia.

Perlu dicatat bahwa dalam dinamikanya, BMT memberi kontribusi besar bagi meningkatnya kepercayaan masyarakat pada nilai-nilai luhur. Nilai-nilai yang berasal dari Islam secara syariah, maupun dari yang memang secara fitri merupakan bawaan manusia. Gairah untuk saling tolong menolong, memberi dan menerima, tanpa disertai rasa keangkuhan maupun rasa rendah diri, mulai berhasil ditegakkan kembali. Kepercayaan diri sebagai manusia bermartabat, serta kepercayaan kepada orang lain juga sebagai manusia yang bermartabat, ditambah dengan rasa optimis menghadapi persoalan ekonomi, perlahan-lahan berhasil ditumbuhkan.

Perkembangan gerakan BMT yang terbilang pesat itu sebenarnya belumlah optimal jika dilihat dari potensi yang jauh lebih besar. Ada banyak kendala dan tantangan dalam operasional BMT-BMT, serta masih belum ada dukungan penuh dari beberapa pihak yang sebetulnya dibutuhnkan. Keberadaannya pada “dua kaki”, sebagai lembaga keuangan mikro yang terkait erat dengan UMKM dan sebagai lembaga yang bersifat syariah, belum berhasil diramu menjadi keunggulan yang berkesinambungan. Pihak otoritas ekonomi dan Pemerintah Daerah masih terkesan lambat memberi dukungan, bahkan kadang menghambat dengan regulasi atau birokrasi yang tidak dilandasi pemahaman permasalahannya. Dari sisi internal BMT sendiri masih ada banyak kendala terkait permodalan, sistem operasional dan ketersediaan sumber daya insani yang memadai.

Di masa mendatang, yang telah dimulai sejak kini, berbagai tantangan telah menghadang BMT. Khususnya yang terkait erat dengan perkembangan kondisi eksternal, dimana sebagiannya harus dihadapi secara bersama. Tantangan tersebut antara lain meliputi: dinamika perekonomian nasional bahkan global, kemajuan teknologi dan komunikasi, kondisi sosial politik dan budaya, kesadaran praktik syariah dan lain sebagainya.

Penutup

Dominasi asing dalam perekonomian Indonesia, termasuk sector keuangan tengah berlangsung. Sejauh ini, belum ada indikasi porsi asing tersebut akan berkurang, mungkin malah bertambah. Masalah paling utamanya adalah hal itu dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Jikapun dianggap bertentangan dengan UUD 1945, namun hal itu dianggap bersifat penafsiran saja oleh sebagian pihak. Disadari pula bahwa dominasi tersebut tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan bertahap dan berlangsung secara sistematis selama puluhan tahun.

Meskipun indicator ekonomi (terutama makroekonomi) tercatat membaik, dan memang terjadi perbaikan dalam beberapa aspek ekonomi, kondisi umum rakyat masih memprihatinkan. Capaian pembangunan ekonomi tidak sebanding dengan pengurasan sumber daya alam, penambahan beban utang Negara dan pengerahan sumber daya lainnya (termasuk tenaga kerja).

Dengan demikian, alasan menentang dominasi asing tidak semata-mata terkait harga diri atau kedaulatan Negara semata, melainkan juga menyangkut masa depan kesejahteraan rakyat banyak. Sebagaimana pandangan para pendiri Negara ini, hubungan ekonomi dengan pihak asing tidak diharamkan, namun atas dasar saling menguntungkan.

BMT yang secara faktual telah berkembang menjadi salah satu lembaga keuangan mikro (LKM) yang penting di Indonesia, baik dilihat dari kinerja keuangan maupun jumlah masyarakat yang bisa dilayaninya. Segala kelebihan yang biasa dimiliki oleh LKM pun sudah menjadi karakter BMT. Salah satu diantaranya adalah daya tahan yang cukup kuat atas goncangan perekonomian akibat faktor eksternal Indonesia. Sementara itu, pengalaman krisis tahun 1998 menunjukkan bahwa perbankan syariah memiliki daya tahan terhadap krisis dibanding yang konvensional, karena beroperasi atas dasar prinsip syariah. Sedangkan BMT justeru beroperasi sangat mirip dengan perbankan syariah, kecuali dalam soal teknis terkait yang dilayani adalah nasabah mikro dan kecil.

Tentu saja, diperlukan kesadaran yang lebih luas, menyertakan lebih banyak pihak, serta langkah-langkah yang lebih sistematis untuk menjadikan BMT berperan lebih penting dalam dinamika keuangan Indonesia pada khususnya, dan perekonomian nasional pada umumnya.

10 Comments

  1. Hello, you post interesting articles on your page,
    you can get much more visits, just type in google for – augo’s
    tube traffic

  2. I have to express my thanks to you just for bailing me out of this particular setting. Because of exploring through the world wide web and finding solutions which are not beneficial, I thought my life was gone. Living minus the solutions to the problems you have resolved as a result of your main review is a crucial case, and ones which may have in a negative way damaged my career if I had not come across your web site. Your actual ability and kindness in taking care of all the details was important. I am not sure what I would have done if I hadn’t come upon such a thing like this. I am able to at this point look ahead to my future. Thanks a lot very much for your expert and results-oriented help. I won’t hesitate to endorse your site to any person who would like assistance on this issue.

  3. you have got a terrific weblog here! do you want to make some invite posts in my weblog?

  4. Many a friend was lost through a joke but none was ever gained so.

  5. Thank you so a lot for giving my family an update on this concern on your web-site. Please realise that if a brand new post appears or if maybe any adjustments occur towards the current post, I would be interested in reading a whole lot a lot more and focusing on how to make excellent use of those strategies you reveal. Thanks for your efforts and consideration of other people by producing this internet site available.

  6. I like this weblog its a master peace ! Glad I detected this on google .

  7. I was just lookuping for this data to get a while. Approximately two hrs of online lookuping, thankfully I obtained it inside your site. I do not comprehend why Bing don’t exhibit this form of resourceful internet sites in the initial web page. Usually the leading websites are craps. Maybe it really is time to alter to another research engine.

  8. Oh my goodness! a amazing post dude. Thanks Nevertheless My business is experiencing concern with ur rss . Don’t know why Not able to sign up for it. Possibly there is any person obtaining identical rss difficulty? Anyone who knows kindly respond. Thnkx

  9. What i do not understood is in reality how you’re now not really much more neatly-preferred than you might be right now. You’re very intelligent. You already know therefore considerably on the subject of this subject, made me individually imagine it from a lot of various angles. Its like women and men aren’t involved unless it is something to accomplish with Girl gaga! Your own stuffs nice. Always take care of it up!

  10. If you are interested in topic: earn online in india by typing – you should read about Bucksflooder first

Leave a Reply